Rabu, 11 November 2015

PENGARUH ALLELOPATI TERHADAP PERKECAMBAHAN

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM
EKOLOGI PERTANIAN

PENGARUH ALLELOPATI TERHADAP
 PERKECAMBAHAN











KHAYATU KHOIRI
05121407020










PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alelopati berasal dari bahasa Yunani, allelon yang berarti “satu sama lain” dan pathos yang berarti “menderita”. Alelopati didefinisikan sebagai suatu fenomena alam dimana suatu organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa biomolekul (disebut alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan organisme lain di sekitarnya. Sebagian alelopati terjadi pada tumbuhan dan dapat mengakibatkan tumbuhan di sekitar penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau mati, contoh tanaman alelopati adalah Ekaliptus (Eucalyptus spp.). Hal ini dilakukan untuk memenangkan kompetisi nutrisi dengan tanaman lain yang berbeda jenis/spesies. Oleh karena itu, alelopati dapat diaplikasikan sebagai pembasmi gulma sehingga mengurangi penggunaan herbisida sintetik yang berbahaya bagi lingkungan. Contoh alelopati di dalam ekosistem perairan adalah beberapa dinoflagelata dapat menghasilkan senyawa alelokimia yang merugikan fitoplankton, ikan, dan binatang laut lainnya. Tumbuhan dapat menghasilkan senyawa alelokimia yang merupakan metabolit sekunder di bagian akar, rizoma, daun, serbuk sari, bunga, batang, dan biji.[6] Fungsi dari senyawa alelokimia tersebut belum diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai pertahanan terhadap herbivora dan patogen tanaman. Tanaman yang rentan terhadap senyawa alelokimia dari tanaman lainnya dapat mengalami gangguan pada proses perkecambahan, pertumbuhan, serta perkembangannya. Perubahan morfologis yang sering terjadi akibat paparan senyawa alelokimia adalah perlambatan atau penghambatan perkecambahan biji, perpanjangan koleoptil, radikula, tunas, dan akar.
Indikasi terjadinya fenomena alelopati dapat terlihat melalui beberapa bentuk, di antaranya adalah autotoksisitas, efek residu, dan penghambatan gulma. Autotoksisitas terjadi bila alelopati terjadi di antara individu dalam satu spesies yang sama, contohnya spesies Medicago sativa (alfalfa), Trifolium spp. (semanggi), dan Asparagus officinalis (asparagus). Hal ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab pertumbuhan tanaman yang tidak sama pada tahun-tahun berikutnya dalam pertanian. Salah satu bentuk alelopati tanaman lainnya adalah residu dari beberapa tanaman diketahui dapat mengurangi perkecambahan gulma. Beberapa tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan gulma melalui proses alelopati adalah Avena fatua (haver), E. repens (semacam rumput), Cirsium arvense, dan Stellaria media.

B. Tujuan
Untuk mempelajari pengaruh alelopati jenis pertumbuhan terhadap perkecambahan tanaman palawija.




















II. TINJAUAN PUSTAKA
Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa atau antibiotisme. Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.
Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antartumbuhan, antarmikroorganisme, atau antara tumbuhan dan mikroorganisme (Einhellig, 1995a). Menurut Rice (1984) interaksi tersebut meliputi penghambatan dan pemacuan secara langsung atau tidak langsung suatu senyawa kimia yang dibentuk oleh suatu organisme (tumbuhan, hewan atau mikrobia) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme lain. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu namun tidak terhadap organisme lain (Weston, 1996).
Alelokimia pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ, mungkin di akar, batang, daun, bunga dan atau biji. Organ pembentuk dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap spesies. Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino nonprotein, sulfida serta nukleosida. (Rice,1984; Einhellig, 1995b). Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik (Einhellig, 1995b).
Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya (Rice, 1984; Einhellig, 1995b). Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, namun menurut Einhellig (1995b) proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuh ansasaran.Alelopati tentunya menguntungkan bagi spesies yang menghasilkannya, namun merugikan bagi tumbuhan sasaran. Oleh karena itu, tumbuhan-tumbuhan yang menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerah-daerah tertentu, sehingga populasi hunian umumnya adalah populasi jenis tumbuhan penghasil alelokimia. Dengan adanya proses interaksi ini, maka penyerapan nutrisi dan air dapat terkonsenterasi pada tumbuhan penghasil alelokimia dan tumbuhan tertentu yang toleran terhadap senyawa ini. Proses pembentukkan senyawa alelopati sungguh merupakan proses interaksi antarspesies atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi dengan organisme lainnya, baik dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya.
Menurut Odum, ( 1998 : 206 ).menyatakan bahwa “Dalam persaingan antara individu-individu dari jenis yang sama atau jenis yang berbeda untuk memperebutkan kebutuhan-kehbutuhan yang sama terhadap faktor-faktor pertumbuhan, kadang-kadang suatu jenis tumbuhan mengeluarkan senyawa kimia yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dari anaknya sendiri. Peristiwa semacam ini disebut allelopati. Allelopati terjadi karena adanya senyawa yang bersifat menghambat. Senyawa tersebut tergolong senyawa sekunder karena timbulnya sporadis dan tidak berperan dalam metabolisme primer organisme organisme. Hambatan dan gangguan allelopati dapat terjadi pada perbandingan dan perpanjangan sel, aktivitas giberelin dan IAA, penyerapan hara mineral, laju fotosintesis, respirasi, pembukaan stomata, sistem protein, dan aktivitas enzim tanaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya daya hambat senyawa kimia penyebab allelopati dari tanaman antara lain jenis tanaman yang menghasilkan, macam tanaman yang dipengaruhi, keadaan pada waktu sisa tanaman mengalami perombakan “
Menurut Mc.Naughton and Wolf (1990; 132 ) menyatakan bahwa “Allelopati dapat meningkatkan agresivitas gulma didalam hubungan interaksi antara gulma dan tanaman melalui eksudat yang di keluarkannya, yang tercuci,yang teruapkan,atau melalui hasil pembusukan bagian-bagian organ yang telah mati. Beberapa jenis tanaman yang mempunyai efek allelopati adalah Pinus merkusii, Imperata silindrica, Musa spp, dan  Acacia mangium, dsb. Dalam pengaruhnya, Allelopati memiliki pengaruh yaitu antara lain senyawa allelopati dapa menghambat penyerapan hara yaitu dengan menurunkan kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan, beberapa allelopat menghambat pembelahan sel-sel akar tumbuhan,mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan, menghambat respirasi akar, menghambat sintesa protein, menurunkan daya pemeabilitas membran pada sel tumbuhan dan dapat mengahambat aktivitas enzim “















III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya pada hari Selasa tanggal  30 April 2013.

B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah blender, cawan petri, corong penyaring, gelas, kertas saring, mangkuk pengerus, penggaris, pipet tetes, piring plastik, dan pisau/gunting sedangkan bahan yang digunakan adalah bagian akar dan Daun alang-alang,daun gamal, daun akasia, dan daun kirinyuh, akuades, Phaseolus radiatus, Zea mays.

C. Cara Kerja
Adapun cara kerja pada praktikum ini yaitu :
Pilih biji kacang hijau dan jagung yang baik
Sediakan tempat yang telah diberi kertas merang
Buatlah ekstrak alang-alang, gamal, akasia, dan kirinyuh
Letakkan masing-masing 10 biji kacang hijau dan jagung kedalam tempat yang telah disediakan tadi
Siram 5 ml ekstrak alelopati tumbuhan kedalam tempat tersebut
Amati selama 7 hari dan amati pula pertumbuhan kecambahnya


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Nama Allelopati Jagung Kacang Hijau
Hidup mati hidup mati
Alang-alang - -
Kirinyuh - -
Akasia - -
Gamal - -



B. Pembahasan
Allelopathy berpengaruh dalam pertumbuhan tumbuhan disekitarnya. Allelopathy dapat menghambat atau mematikan pertumbuhan/perkecambahan. Hal ini sesuai dengan Anonim (2009) bahwa zat-zat penghambat tumbuh yang paling umum adalah senyawa-senyawa aromatic seperti fenol dan laktan, alkaloid tertentu, asam organik dan asam lemak bahkan ion-ion logam dapat juga bertindak sebagai penghambat. Pengaruh buruk dari alleolopathy berupa gangguan atau hambatan pada perbanyakan dan perpanjangan sel, aktifitas giberalin dan Indole Acetid Acid (IAA), penyerapan hara, laju fotosintesis, respirasi, pembukaan mulut daun, sintesa protein, aktivitas enzim tertentu dan lain-lain. Hambatan allelopathy dapat pula berbentuk pengurangan dan kelambatan perkecambahan biji, penahanan pertumbuhan tanaman, gangguan sistim perakaran, klorosis, layu, bahkan kematian tanaman.
Perkecambahan benih dapat dipengaruhi oleh faktor yang meliputi : tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, dan penghambat perkecambahan, serta faktor luar yang meliputi: air, temperatur, oksigen, dan cahaya. Hal ini sesuai dengan           Sutopo (1983) bahwa benih yang dipanen sebelum mencapai tingkat kemasakan fisiologis tidak mempunyai viabilitas tinggi. Pada beberapa jenis tanaman, benih yang demikian tidak akan dapat berkecambah. Hal ini diduga benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan pembentukan embrio belum sempurna. Karbohidrat, protein, lemak, dan mineral ada dalam jaringan penyimpanan benih. Ukuran benih mempunyai korelasi yang positip terhadap kandungan protein pada benih. semakin besar/berat ukuran benih maka kandungan protein juga makin meningkat. Benih dorman adalah benih yang sebenarnya hidup tetapi tidak mau berkecambah meskipun diletakkan pada lingkungan yang memenuhi syarat untuk berkecambah. Penyebab dormansi antara lain adalah impermeabilitas kulit biji terhadap air atau gas-gas (sangat umum pada famili leguminosae), embrio rudimenter, halangan perkembangan embrio oleh sebab-sebab mekanis, dan adanya bahan-bahan penghambat perkecambahan. Banyak zat-zat yang diketahui dapat menghambat perkecambahan benih. Zat-zat tersebut adalah herbisida, auksin, bahan-bahan yang terkandung dalam buah, larutan mannitol dan NaCl yang mempunyai tingkat osmotik tinggi, serta bahan yang menghambat respirasi (sianida dan fluorida). Semua persenyawaan tersebut menghambat perkecambahan tetapi tak dapat dipandang sebagai penyebab dormansi.
Proses penyerapan terhadap air, juga dilakukan oleh benih tanaman. Hal ini sesuai dengan Anonim (2009) bahwa faktor yang mempengaruhi penyerapan air oleh benih ada dua, yaitu sifat kulit pelindung benih dan jumlah air yang tersedia pada medium sekitarnya. Jumlah air yang diperlukan untuk berkecambah bervariasi tergantung kepada jenis benih, umumnya tidak melampaui dua atau tiga kali dari berat keringnya. Proses respirasi akan berlangsung selama benih masih hidup. Pada saat perkecambahan berlangsung, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida, air dan energi. Pada umumnya, proses perkecambahan dapat terhambat bila penggunaan oksigen terbatas. Temperatur harus dikendalikan dengan teliti beberapa macam benih berkecambah diatas suatu batas yang lebar dari temperatur yang wajar, tetapi yang lain mulai tumbuh dengan segera hanya dibatas yang sempit. Benih berkecambah biasanya pada temperatur dimana benih itu telah menyesuaikan dengan iklim di tempat benih tersebut dihasilkan. Ketersediaan air di lingkungan sekitar benih merupakan faktor penting. Kurang tersedianya air pada lingkungan benih akan menyebabkan jumlah air yang diambil untuk berkecambah menjadi semakin rendah atau tidak terpenuhi.
Perkecambahan pada biji kacang hijau maupun jagung tidak terjadi. Hal ini disebabkan karena praktikan tidak melakukan prosedur percobaan sebagai mana mestinya. Yakni menetesi biji kacang hijau dan jagung sebanyak 10 tetes setiap harinya secara rutin. Menurut Anonim (2009), bahwa laju perkecambahan juga tergantung pada tanggapan dari jenis benih terhadap daya penghambat dari allelopathy dimana benih jagung memiliki laju perkecambahan benih yang lebih lambat dari benih kacang hijau. Hal ini karena kondisi benih jagung yang lebih memungkinkan   untuk menerima daya penghambat dari allelopathy dibandingkan benih kacang hijau.















V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Allelopathy merupakan pengaruh yang menghambat atau merusak pertumbuhan dari tumbuhan lain disekitar yang disebabkan oleh senyawa kimia yang dihasilkan oleh suatu tumbuhan ke lingkungannya.
2. Allelopathy adalah senyawa kimia yang menghambat pertumbuhan jenis lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan penghasil Allelopathy tersebut.
3. Berdasarkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tumbuhan, zat-zat kimia yang bersifat allelopathy dapat dibagi menjadi autotoxic dan antitoxic.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan terdiri dari faktor dalam dan faktor luar.
5. Faktor dalam perkecambahan, meliputi tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, dan penghambat perkecambahan.
6. Faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan meliputi : air, temperatur, oksigen, dan cahaya.

B. Saran
Agar dalam mengikuti praktikum lebih teliti lagi dan menuruti perintah-perintah dari para kakak asisten agar tidak mengecewakan.






VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim.(2009)Alelopati.(Online)(http://io.ppijepang.org/download.php?file=files/inovasi diakses tanggal 5 juni 2013).

Odum . 1998 . ekologi tumbuhan .rineka cipta : Jogjakarta

Petelay, Febian. 2003. Pengaruh Allelopathy Acacia mangium wild terhadap Perkecambahan Benih Kacang Hijau (Phaseolus radiatus) dan Jagung (Zea mays).(Online)(http://www.geocities.com/irwantoshut/allelopathy_acacia.doc diakses pada tanggal 5 juni 2013).

Soejani . 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Sukman, Y., & Yakub. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta: Rajawali Pers

Sutopo, L. 1985. Teknologi Benih. Grafindo. Jakarta : ix + 223 hlm.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar